Siang itu aku ditelpon adik kesayanganku. Tak seperti biasanya, kami yang bercakap-cakap di malam hari ketika selesai beraktifitas. Namun, kuangkat juga telponnya.
“Kak, listrik rumah dicabut PLN?” terdengar nada kekhawatiran disuaranya.
“Kenapa?, Kan kita tidak pernah menunggak pembayaran listrik?” aku pun menjadi cemas karenanya.
“PLN menemukan pelanggaran di meteran listrik kita, Kak” jawabnya lemas.
“Maksudnya? Pelanggaran apa? Kakak tidak mengerti, tolong kamu ceritakan kronologisnya, pelan-pelan saja” . Aku tidak ingin menerka-nerka. Lebih baik aku mendengarkan dulu, kata pelanggaran yang disebutkan adikku membuat aku bertanya-tanya didalam hati.
“Gini kak, tadi ada inspeksi mendadak dari PLN, PLN menemukan klise film, itu katanya untuk pemotongan arus, jadi pembayaran bisa lebih kecil dari pemakaian seharusnya. Jadi kita udah melakukan pelanggaran. Kita harus membayar denda sebesar 8 juta rupiah dan harus memasang meteran baru” Adikku menerangkan dengan cukup jelas.
“Lho memang tidak ada berita acara pemeriksaan? Kok main putus aja? Tidak ada surat pemberitahuan atau peringatan pelanggaran dek? “tanyaku heran.
“Adek tidak tahu kak, sekarang Mama lagi urus ke PLN”, ia memberikan informasi yang ia tahu.
Gundah hatiku siang itu. Saat kejadian aku tidak berada di Padang. Jadi sangat cemas dengan kondisi keluargaku disana. Kejadian itu pada hari jumat. Seperti biasa rumah kami disiang hari memang tidak ada orang. Mamaku mengajar dan adikku membantu ditoko. Papaku sedang diluar kota. Pelanggaran yang dituduhkan kepada keluargaku sungguh tidak masuk akal. Bagaimana mungkin kelaurga kami kepikiran untuk berbuat curang. Saban hari mereka sudah sibuk berkutat dengan aktifitas masing-masing. Mamaku yang seorang guru sibuk mengajar dari pagi dan papaku seorang pensiunan TNI selalu bercerita tentang kejujuran. Bagaimanapun aku tahu mereka orang yang jujur. Aku tahu mereka tidak akan mencuri dari negara. Bagaimana mungkin mereka tega mencuri dari negara yang memberi mereka kehidupan, negara yang memberikan anak-anak mereka makan dan pakaian. Negara yang menggaji keringat mereka. Tapi aku telpon juga Papaku, walaupun tak enak menanyakan apakah ia yang melakukan tindakan itu. Secara tegas dia mengatakan tidak, karena ia selalu mempercayakan pasang-memasang ataupun mengutak-atik listrik pada ahlinya, yaitu PLN. Jadi boro-boro ia yang melakukannya, memegang meteran saja itu hanya ketika sekring turun.
Denda yang dikenakan PLN sangat besar, uang sebesar 8 juta rupiah, bagi keluarga pegawai seperti kami sangatlah besar artinya. Aku tahu, Mama seorang pekerja keras dan jujur. Selama dia menjadi guru, dia mendedikasikan dirinya untuk sekolah dan negara. Gaji sebagai guru tidaklah besar, sedangkan kebutuhan hidup dan biaya pendidikan meningkat. Oleh karena itu beliau berinisiatif mempunyai kedai dipasar. Kami pun anak-anaknya selalu berganti sepulang kuliah untuk menjaga kedai. Karena kami tahu dari sanalah kami bisa bersekolah. Papaku pun juga tidak korupsi dengan uang negara. Karena memang tidak ada yang akan dikorupsinya dikantor yang bersandingkan dengan mesin tik tua diatas meja kerjanya. Jadi siang malampun kami sekelurga membanting tulang. Sehingga menjadi tuduhan yang sangat tidak masuk akal kalau keluargaku dituduh melakukan pelanggaran. Memikirkan hal konyol untuk berbuat curang pun tidak, waktu kami sudah tersita dengan aktifitas. Namun, PLN mana percaya?
Risau juga hatiku. Tak banyak yang bisa kulakukan. Hanya menunggu kabar dari adikku. Ketika telpon selanjutnya dia mengatakan bahwa barang bukti berupa video dan foto tentang penemuan klise memberatkan kami. Jadinya tidak ada maaf terhadap hal yang merugikan negara. Terpaksa Mamaku membayar uang satu juta untuk pengganti meteran pada hari itu juga. Bagaimanapun kami sangat membutuhkan listrik. Adikku yang harus berjuang menyelesaikan tugas akhirnya dan Mama yang harus membuat tugas sekolahnya, dan tidak mungkin bagi mereka akan gelap-gelapan selama tiga hari kalau harus menunggu sampai senin. Sudah dipastikan Sabtu dan Minggu kantor pelayanan PLN akan tutup. Mama tidak punya pilihan lain lagi. Sudah mengemis dan mengiba beliau datang menemui pimpinan PLN cabang daerah kami. Tetapi keringanan yang diberikan adalah denda 8 juta harus dibayar 8 kali, yang awalnya 8 juta itu harus dibayarkan tiga kali (Gila ya, udah kayak angsuran kredit aja!). Membayangakannya saja sudah mual perutku, membayar 1 juta perbulan untuk sesuatu yang tidak kami lakukan. Apalagi hanya untuk abdi negara seperti Mama dan Papaku. Aku tidak ingin mereka membayarnya, walaupun itu harus dicicil dengan gaji mereka yang tidak seberapa. Membayar denda itu ke PLN sama saja mengakui bahwa keluargaku bersalah. Kenapa ini seperti pemerasan berkedok. Sebuah pemerasan yang dilegalisasikan.
“Tapi tidak ada saksi waktu barang bukti itu ditemukan dek?, tidak ada satupun dari kita dirumah?”
Aku mencoba membaca kronologi dan merunut apa yang terjadi.
“aku tahu apa yang kamu pikirkan Kak, bukti-bukti itu bisa saja dibuat kan? Klise film itu bisa saja diletakkan kan? Tetapi mereka terpegang di tampuknya kak, apapun perkataan kita tidak akan dipercaya, karena mereka mempunyai bukti-bukti yang kuat” Adekku mencoba melihat dari sisi lain.
“Iya aku mengerti, berarti kita tidak punya pilihan lain selain membyar, karena listrik tidak akan dihidupkan kalau tidak bayar”. Aku hanya mengaguk lemas.
Aku pun tidak mau berdebat panjang dengan adikku, menjelaskan tentang teoriku mengenai telah terjadi sebuah konspirasi. Telah terjadi sebuah penuduhan yang tidak berdasar. Aku tidak ingin membuat dia lebih panik lagi. Apa daya, aku tidak disana bersama mereka. Kucoba menghubungi teman-temanku untuk meminta pendapat mereka. Mita kawanku mengatakan aku harus melaporkan ke Badan Perlindungan Konsumen dan disana ada bantuan hukum yang dapat membantu dan memberikan jalan. Dia bilang, “terlalu bodoh jika kamu memakai klise tersebut dan membiarkannya siang hari di meteranmu, dimana-mana orang yang melakukan pelanggaran pasti akan mencabutnya di siang hari dan memasangnya pada malam hari”. Dia pun mengatakan aku harus meminta rekapitulasi pembayaran selama tiga tahun belakangan, karena PLN telah menuduh bahwa keluarga kami telah melakukan pelanggaran selama dua tahun, kami telah merugikan negara seama dua tahun. Siapa tahu kami bisa menemukan titik terang apakah terjadi kecurangan atau tidak.
PLN memberikan tuduhan bahwa kami telah melakukan kecurangan selama dua tahun. Suatu hal yang tidak masuk akal, karena setiap bulannya selalu saja ada petugas PLN yang mencatat pemakaian kami setiap bulannya. Kenapa pihak PLN tidak ngeh. Kenapa mereka baru sadar setelah dua tahun. Kenapa harus menuggu denda sampai sebesar itu. Ada apa ini?. Apakah kinerrja PLN yang begitu lamban, sehingga baru tahu terjadi pelanggaran?
Langsung kukirimkan surat cinta untuk PLN, dan mereka tak butuh waktu lama untuk menjawabnya.
saya mau menanyakan ketentuan sidak dari PLN? apakah diperlukan izin dari RT/RW setempat? Dan apakah harus ada pihak saksi dari wilayah sidak tersebut?
ketika ditemukan pelanggaran apakah PLN mmenerikan surat peringatan kepada warganya.mohon diberitahukan SOP sidak dan pemutusan oleh PLN terimakasih
PLN 123
Ysh. Bpk/Ibu XXX, terima kasih telah menghubungi PT. PLN (Persero) melalui layanan facebook. Prosedur Pelaksanaan P2TL di Lokasi Pelanggan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh petugas pelaksana lapangan P2TL pada tahap pelaksanaan P2TL. Memasuki persil Pemakai Tenaga listrik dan melakukan pengamanan lokasi; 1.Bersikap sopan, menunjukan surat tugas dan menjelaskan maksud dan tujuan pelaksanaan P2TL kepada Pemakai Tenaga listrik atau yang mewakili.
2.Bersikap sopan dan meminta kepada Pemakai Tenaga Listrik atau yang mewakili untuk menyaksikan pelaksanaan pemeriksaan P2TL.
3.Bersikap sopan, arif dan bijaksana melakukan pengamanan lokasi guna menghindari penghilangan barang bukti dan reaksi negatif lain dari Pemakai Tenaga Listrik atau yang mewakili.
4.Bersikap sopan, melakukan pengamanan lokasi pada Persil Pemakai Tenaga Listrik yang dinilai dapat menimbulkan kerawanan bersama aparat.
Melakukan Pemberkasan Hasil P2TL 1.Petugas lapangan P2TL melakukan pemberkasan hasil pemeriksaan lapangan baik ditemukan ataupun tidak ditemukan penyimpangan pemakaian tenaga listrik dicatat dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan P2TL sesuai hasil Keputusan Direksi No. 234.K/DIR/2008 tentang P2TL
2.Petugas lapangan P2TL melakukan pengisian Berita Acara Hasil pemeriksaan selengkap mungkin untuk memenuhi pembuktian perkara P2TL
3.Petugas lapangan P2TL, Penyidik dan Pemakai Tenaga Listrik atau yang mewakili menandatangani Berita Acara Hasil pemeriksaan. Petugas lapangan P2TL melaksanakan P2TL bersama penyidik.
4.Bila petugas lapangan P2TL tidak disertai penyidik dan/atau Pemakai Tenaga listrik dan/atau yang mewakili tidak mau menandatangani formulir dan Berita Acara, maka penandatanganannya dimintakan kepada Ketua RT/RW/Aparat Desa/Pemuka Masyarakat/Pihak yang mengenal Pemakai Tenaga listrik sebagai saksi
5.Jika dari hasil pemeriksaan ditemukan indikasi Pelanggaran/Kelainan pada Pelanggan atau bukan Pelanggan, maka Pemakai Tenaga Listrik atau yang mewakili di undang ke kantor PLN untuk mengisi data panggilan yang sudah tercantum pada Berita Acara Hasil Pemeriksaan P2TL.
Demikian informasi yang dapat disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Aku langsung memforwardnya kepada adikku pesan yan kudapat langsung dari PLN. Sudah jelas mereka memutuskan listrik dirumah kami secara sepihak. Yang pasti mereka tidak memenuhi poin pertama bersikap sopan dan menunjukkan surat tugas. Padahal ketika mereka sedang melakukan pemutusan ditegur oleh orang sebelah yang menyewa rumah kami. “ kenapa main putus saja Pak, yang punya rumah ada di kedainya dipasar pak, apa tidak diberitahukan dulu?” beritahu tetangga sebelah rumah kami, yang notabene tidak tamat SD, tetapi mungkin lebih mengerti tata cara atau adab masuk ketempat orang, setidaknya meminta izin dulu. Dia memberitahukan keberadaan salah satu anggota keluargaku yang terdekat yaitu adikku yang sedang berada di kedai di seberang jalan. Yang pelak jaraknya kurang dari 1 km. Menurut PLN mereka telah bertindak benar karena mereka berempat dan dua orang diantaranya adalah polisi. Jadi menurut mereka telah memiliki saksi yang cukup, walaupun tidak ada satupun dari pihak kami (bahakan tidak ada dari pejabat setempat alias RT/RW ataupun wakilnya) yang berada disana ketika ditemukannya klise film yang dituduhkan tersebut. Mohon dicatat, tidak ada saksi. Kebetulan meteran rumah kami memang langsung bisa diakses oleh petugas karena untuk membantu memudahkan petugas, karena memang kami selau berada dluar di siang harinya. Apakah ini oknum?
Bahkan seorng teman mengatakan seharusnya aku menggembok meteran. Jadi pihak PLN pun tidak dapat mengutak atiknya. Mereka hanya dapat mencatat berapa pemakaian. Namun cara temanku ini kurang canggih. Setelah membaca beberapa aksus di internet, pihak petugas PLN membongkar gembok secara paksa. Jadi peraturan yang mereka buat pun, juga mereka yang melanggar, peraturan hanya dijadiakan sebuah formalitas yang urung dijalankan.
Terjadi lagi suatu kejanggalan, setelah kami tanyakan kepada tetangga-tetangga tentang penyidikan, mereka mengatakan bahwa rumah mereka pun tidak ada pemeriksaan. Itu suatu hal yang sangat aneh sekali bukan. Dan aku pun langsung membrowsing lagi mengenai pemeriksaan oleh PLN. Pemeriksaan dilakuakan jika medapat izin dari RT/RW, itupun pemeriksaan didampingi oleh RT/RW ataupun wakilnya sebagai saksi. Dan semua rumah di satu kawasan tersebut akan diperiksa, bukannya tebang pilih. Dan ketika aku membaca poin kelima, bahwa itu pun tidak langsung diputuskan sepihak. Tetapi ada surat perigatan ataupun panggilan sesuai berita acara. Kenapa hari jumat itu hanya rumah kami yang diperiksa? Kenapa kalau sudah diketahui bahwa telah lama terjadi pelanggaran (PLN menyatakan dua tahun), kami tidak pernah diberikan peringatan? Bukannya setiap pelanggaran selalu diawali dengan peringatan? Meteran kami pun dipasang oleh PLN, diperiksa setiap bulannya oleh PLN, diputuskan pun sepihak oleh PLN. Dari PLN, oleh dan (terk)untuk PLN.
Banyak keganjilann memang, dan keluarga kami telah dirugikan. Dari segi waktu, Mama pun harus meminta izin ke sekolahnya tidak mengajar untuk mengurus kejelasan ke kantor PLN(Bahkan sakit pun beliau hampir tidak pernah meminta izin demi tanggung jawabnya terhadap anak didik). Warga disekitarpun sempat berpikir kami sekeluarga telah berbuat curang dan menipu.
Mungkin keluarga kami sedang menglami nasib buruk disidak PLN. Apakah seperti itu sistem hukum yang berlaku dinegara ini? Mereka dengan lantang menyatakan bahwa mereka telah dengan benar melakukan prosedur, mereka menyatakan memilki hak melakukan pemutusan bila terjadi pelanggaran. Lalu prosedur macam apa pula yang telah dikirimkan oleh PLN itu sendiri, jika mereka tidak menjalankan peraturan seperti yang mereka buat. Apakah karena kami rakyat biasa, bisa dipecut seperti ini. Dituduh bersalah dan dipojokkan.
Setelah pembayaran uang satu juta dengan dalih penggantian meteran. Kami pun membayar dengan terpaksa karena kami tahu kami butuh listrik. Apakah ini cara berdagang yang baru? Apakah ini cara pemalakan halus oleh suatu badan yang seharusnya melindungi kepentingan masyarakat banyak? Banyak pertanyaan mengambang yang timbul kepermukaan. Tetapi saat ini PLN diam dengan duit satu juta yang harus di cari pontang-panti oleh mamaku ditengah deras hujan. Agar malamnya kami masih bekerja. Kami tak punya pilihan, beginilah jika monopoli telah terjadi, dengan pelayanan buruk (dalam sebulan listrik bisa mati untuk dua minggu), tetapi pembayaran tetap dijalankan. Jikalau badan yang seharusnya ada untuk kepentingan menyejahterkan rakyatnya, bukan membuat rakyat menderita. Sudah kubilang mungkin nasib keluarga kami yang lagi sial. Mungkin lain kali giliran anda, keluarga, sahabat atau orang-orang yang anda cintai. Persoalan belum selesai, karena masih ada 8 juta yang harus disetorkan. Disini ini peraturan hanya dibuat untuk rakyat kecil saja. Selamat main tebak-tebakan!
Aphroditeluvapple, Lebak Bulus, November akhir